Berikut adalah salinan ulang persis dari dokumen jurnal:
ANALISIS KOMPARASI KONSEP PERPAJAKAN PASAL 1 AYAT 1 UU NO.28 TAHUN 2007 TENTANG KUP DENGAN KONSEP PERPAJAKAN PERSPEKTIF ISLAM
Arief Nurrohman
Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Jalan Pahlawan KM.05 Rowolaku Kajen Kab. Pekalongan (0285) 412575
arief.nurrohman@mhs.uingusdur.ac.id
Abstrak
Analisis Komparasi Konsep Perpajakan Pasal 1 Ayat 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang KUP dengan Konsep perpajakan Perspektif Islam. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak, mengatur konsep perpajakan di Indonesia. Di dalamnya mengatur kewajiban setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan untuk membayar pajak. Penduduk Indonesia merupakan mayoritas Islam, kenyataan ini kemudian menimbulkan gejolak pertanyaan apakah konsep perpajakan yang termuat pada Undang-Undang di Indonesia telah sesuai dengan konsep perpajakan dalam Islam yang di mana dalam proses perkembangannya berpedoman pada Al-Quran dan Hadis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep perpajakan yang tertera dalam Undang-Undang dengan konsep perpajakan pandangan Islam. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian pustaka yang dihimpun dari berbagai sumber artikel dan jurnal-jurnal ilmiah. Penelitian ini memperoleh hasil yaitu terdapat satu kesamaan yang terletak pada tujuan diadakannya pajak itu sendiri yaitu sama-sama untuk kesejahteraan rakyat dan dalam Islam hal tersebut merupakan bagian dari menghindari kemudaratan.
Kata Kunci: Pajak, Undang-Undang, Islam
1. PENDAHULUAN
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Peranan tersebut akan menjadi maksimal dengan campur tangan dari para wajib pajak dan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Peneliti memandang pentingnya memahami konsep dasar perpajakan bagi para wajib pajak akan mendukung keberhasilan pajak sebagai sumber pendapatan negara.
Kendala utama yang ada dalam upaya peningkatan ini adalah kurangnya pemahaman konsep perpajakan sehingga menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat (wajib pajak) terhadap pemerintah. Kendala selanjutnya yaitu, pajak belum dianggap sebagai sebuah kewajiban yang bernafaskan agama. Dibandingkan dengan zakat yang sudah menjadi rahasia umum bahwa zakat merupakan sebuah kewajiban. Kendala yang ketiga, mengenai adanya tanggung jawab ganda, di mana Muzakki (wajib zakat) pun memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak. Munculnya kendala-kendala tersebut, terutama pada kendala pertama dirasa sangat perlu adanya pemahaman konsep tentang perpajakan untuk mengatasi keraguan masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai latar belakang agama maupun budaya. Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, saat ini ada lebih dari 207 juta muslim di Indonesia atau setara dengan 87,2%. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan dua konsep perpajakan yaitu konsep perpajakan yang terdapat dalam Pasal 1 (satu) Ayat 1 (satu) UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan konsep perpajakan dalam Islam. Penelitian ini memfokuskan konsep perpajakan dalam Islam melalui perspektif hukum Islam.
2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana komparasi konsep perpajakan dalam UU KUP Pasal 1 Ayat 1 dengan konsep perpajakan perspektif Islam?
3. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi pustaka (Library Research). Metode studi pustaka yaitu metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Rekonstruksi dan pencarian sumber dari berbagai literatur seperti naskah publikasi, buku-buku, dan riset-riset terdahulu menjadi teknik yang digunakan dalam pengumpulan data. Bahan pustaka yang didapat dari berbagai referensi dianalisis secara kritis dan mendalam agar dapat mendukung proposisi dan gagasan. Metode analisis menggunakan analisis konten dan analisis deskriptif. Analisis konten dan analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan data melalui dokumentasi dan observasi. Topik permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep perpajakan di Indonesia pada Pasal 1 Ayat 1 UU No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan konsep perpajakan dalam perspektif hukum Islam.
Telah diketahui bahwa 87,2% penduduk negara Indonesia adalah penganut agama Islam sehingga apakah konsep yang sudah ditetapkan dalam undang-undang tersebut sesuai dengan konsep perpajakan dalam Islam terutama pada hukum Islam. Peneliti mengambil fokus pada hukum Islam tersebut sebagai data sekunder yang ditambah dengan buku dan jurnal yang membahas konsep perpajakan menurut hukum Islam. Data primer diperoleh dari UU RI No.28 Tahun 2007 tentang KUP dan terfokuskan pada Pasal 1 (satu) Ayat 1 (satu) Pengumpulan data serta sinkronisasi dari kedua data tersebut diuraikan melalui kata-kata yang dapat dipahami oleh umum. Langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan setelah penguraian dan sinkronisasi data.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Konsep Perpajakan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 1 Ayat 1
Dalam perkembangan sejarah, pajak memang sudah muncul sejak periode berkembangnya sistem monarki dan pada masa itu penyebutannya bukanlah “pajak”. Upeti digunakan sebagai istilah yang merujuk pada sistem yang serupa seperti pajak, di mana upeti merupakan pemberian hasil panen maupun barang berharga lainnya kepada pihak kerajaan terutama untuk raja. Dalam praktiknya upeti kala itu juga digunakan untuk kepentingan negara (kerajaan) dalam mempertahankan dan melindungi kesejahteraan rakyatnya. Sistem upeti pada periode tersebut memiliki kemiripan dengan konsep perpajakan. Konsep perpajakan yang dikenal di Indonesia merujuk pada UU KUP No.28 Tahun 2007 pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) yang berbunyi:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Konsep perpajakan yang tertuang pada undang-undang tersebut mencerminkan bagaimana pajak berperan sebagai poros utama pemerintah Indonesia dalam menjaga kemakmuran rakyatnya. Dalam prosesnya, masyarakat dimaknai dengan pihak yang tertanggung melalui pihak pengelola pajak (pemerintah) untuk nantinya diserahkan kepada penerima pajak (negara). Adapun sifat dari pajak sendiri adalah memaksa, memaksa dapat diartikan sebagai keadaan di mana seseorang atau badan memiliki tanggung jawab yang harus segera dipenuhi dan tidak bisa menghindari dari tanggung jawab tersebut karena pemerintah menggunakan landasan undang-undang. Walaupun imbalan yang didapatkan dari pembayaran pajak tidak memiliki efek secara langsung, karena pajak digunakan untuk kemakmuran rakyat pada skala yang sebesar-besarnya. Kontribusi yang diberikan oleh pribadi atau badan hanya akan dipungut oleh pemerintah dan pemerintah melalui lembaga pemungut memiliki hak untuk memungut pajak karena memang sudah tertuang sah dalam undang-undang.
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutnya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Kegiatan administrasi yang memiliki kaitannya dengan pajak pusat bertempat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Konsultasi Perpajakan (KP2P) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan, pajak daerah pengelolaan administrasinya dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi pemerintah daerah setempat. Pajak pusat memiliki beberapa jenis seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan. Jenis pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota, seperti pajak restoran, pajak hiburan, pajak kendaraan bermotor, BPHTB, PBB Pedesaan dan Perkotaan; dan pajak daerah lainnya. Sistem pemungutan pajak di Indonesia memiliki tiga sistem yang terdiri dari Self-Assessment System, Official Assessment System, Withholding Assessment System.
Adanya penggolongan jenis pajak dan sistem pemungutan yang digunakan tersebut mengindikasikan konsep perpajakan yang telah disebutkan pada pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) merupakan indikator pemerintah dalam merumuskan perpajakan yang sesuai pada garis besar konsep perpajakan UU KUP. Pada pasal 1 ayat (1) juga terdapat penjelasan terkait fungsi pajak. Pajak berfungsi sebagai keuangan negara (Budgetair) yaitu sebagai sumber pendapatan negara di mana dana tersalurkan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur sebagai fasilitas umum dan kepentingan negara itu sendiri. Fungsi selanjutnya yaitu mengatur (Regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan lapangan, seperti lapangan ekonomi dan sosial masyarakat. Pajak distribusi merupakan fungsi pemerataan sebagai penyeimbang antara pembagian pendapatan dan kebahagiaan kesejahteraan rakyat. Realisasi dari sumber penerimaan keuangan negara juga transparan sehingga memudahkan masyarakat maupun badan dalam memantau pajak yang mereka berikan kepada negara.
4.2 Analisis Konsep Perpajakan dalam Perspektif Islam
Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah Dharibah, yang berasal dari kata ضرب, يضرب, ضربا yang artinya: mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain (Munawwir, 2002). Sedangkan secara istilah, terdapat pendapat ulama yang memberikan definisi pajak dalam Islam yang dikutip melalui buku pajak menurut syariah yang ditulis oleh Gusfahmi: 2007, salah satunya pendapat dari Abdul Qadim Zallum. Ia berpendapat, Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada uang/harta. Pada pengertian tersebut terdapat suatu syarat terjadinya pajak yaitu “pada kondisi baitul mal tidak ada uang/harta”. Beban pajak (dharibah) juga hanya dibebankan pada masyarakat muslim dan pembiayaan wajib tidak boleh melebihi dari jumlah kebutuhan kekosongan dari baitul mal itu sendiri. Apabila baitul mal sudah terisi kembali maka pajak dapat dihapuskan atau tidak diberlakukan kembali.
Selain Dharibah, terdapat Kharaj dan Jizyah yang sering disamakan artikan sebagai pajak. Namun ketiganya memiliki makna yang berbeda.
Nama/Sebutan | Objek | Subjek |
---|---|---|
Dharibah (pajak) | Harta selain zakat | Kaum Muslim |
Jizyah | Jiwa (An Nafs) | Non Muslim |
Kharaj | Tanah Taklukan | Non Muslim |
Pengertian kharaj diartikan hanya sebagai pajak tanah dan jika diartikan dengan istilah pajak dalam sistem ekonomi Islam, hasilnya akan rancu dengan istilah pajak atas penghasilan dan pendapatan. Sama halnya dengan jizyah dengan objek jiwa jelas tidak sama dengan dharibah. Maka penyebutan jizyah tidak berubah. Konsep dharibah juga tidak dapat diterapkan pada pajak bea dan cukai (‘ushr), yakni pemungutan pajak yang dipungut dari sumber barang impor atau ekspor sebab besaran ‘ushr sama dengan besaran yang dipungut oleh negara mereka (asal barang). Dari bermacamnya penerjemahan, banyak yang menyatukan ketiga kata tersebut dalam pemaknaan pajak yang sama padahal tidaklah sama karena objek dan subjeknya yang berbeda-beda satu sama lain.
Modernisasi pengetahuan mendorong konsep Dharibah mengalami perkembangan. Pajak saat ini memang menjadi kewajiban warga negara, di mana dalam hal ini adalah Indonesia dengan populasi penganut agama muslim dengan persentase lebih tinggi dibandingkan agama lain. Persentase tersebut juga mendorong pengeluaran negara yang tinggi. Apabila pengeluaran tersebut tidak dibiayai maka akan menimbulkan kemudaratan. Pengeluaran yang dimaksud bertujuan untuk kesejahteraan bersama dan mencegah kemudaratan seperti negara yang menjadi bangkrut atau mengalami krisis moneter. Sedangkan mencegah kemudaratan adalah juga sebagai kewajiban, sebagaimana pada kaidah usul fikih (Al-Amidi Abu Al-Hasan, 1440 H).
Pada perjalanan konsep perpajakan, terdapat beberapa perbedaan antara ulama yang setuju dan tidak atas diperbolehkannya pajak. Ulama yang mengatakan pajak itu haram atau tidak diperbolehkan menekankan pada besarnya usaha negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya tanpa harus memberikan beban kepada rakyat. Sedangkan, para ulama yang memperbolehkan pajak, menganggap bahwa kokohnya suatu negara merupakan hasil bahu membahu bersama dan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama makhluk ciptaan Allah SWT., yang menempati suatu wilayah (negara) dengan catatan bahwa negara tidak mengambil pajak dengan paksaan dan mengatasnamakan dengan kekuasaan maupun dengan cara rampasan (hukumnya haram). Penarikan pajak memunculkan nilai tauhid di mana penarikan pajak dilakukan dalam keadaan tertentu sebagai upaya menghindari kemudaratan. Dengan demikian prinsip sebelum melakukan pemungutan pajak terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 188, yang berbunyi:
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian, pertama sistem perpajakan pada Undang-Undang Pasal 1 (satu) Ayat 1 (satu) No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bersubjek pada seluruh penduduk Indonesia yang berdomisili maupun mempunyai usaha di Indonesia. Indonesia juga merupakan negara yang majemuk terdiri dari berbagai latar belakang budaya dan agama, sehingga tidak ada pengecualian pembebasan ataupun kewajiban pajak yang mengatasnamakan agama. Durasi kewajiban pembayaran pajak, juga tidak dapat ditentukan kapan akan berakhir. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan penghasilan utama bagi negara.
Agar penghasilan tersebut dapat optimal maka diperlukan adanya pendataan, di mana pendataan ini akan meminimalkan terlewatnya penanggung jawab. Kedua, konsep perpajakan yang sebagaimana termuat pada Undang-Undang Pasal 1 (satu) Ayat 1 (satu) No.28 Tahun 2007 tidak sejalan dengan dharibah (pajak) dalam konsep perpajakan Islam. Subjek Dharibah adalah umat muslim yang memiliki harta berlimpah atau kaya. Sifat dari Dharibah juga dapat bersifat sementara di mana hanya akan dipungut apabila baitul mal mengalami kekosongan dan setelahnya tidak diberlakukan kembali. Pada Kharaj, Jizyah, dan Ushr terbebankan pada non muslim sebagai usaha mendapatkan haknya bertempat tinggal diwilayah negara Islam. Ketiga, terdapat satu kesamaan yaitu terletak pada tujuan diadakannya pajak yaitu sama-sama untuk kesejahteraan bersama (untuk menghindari mudarat) sehingga banyak ulama yang memperbolehkan diadakannya pajak dengan satu catatan dalam proses pemungutan pajak harus sesuai dengan Al-Quran dan Hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak, https://www.pajak.go.id/id/fungsi-pajak, “Fungsi Pajak”, (Sabtu, 27 Mei 2023).
Direktorat Jenderal Pajak, https://www.pajak.go.id/undang-undang-nomor-28-tahun-2007, “Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007”, (Kamis, 25 Mei 2023).
Direktorat Jenderal Pajak, https://www.pajak.go.id/id/jenis-pajak, “Jenis Pajak”, (Senin, 29 Mei 2023).
Gusfahmi. 2007. Pajak Menurut Syariah. Jakarta: Raja Garfindo Persada.
Maman Surahman, Fadilah Ilahi. 2017. “Konsep Pajak Dalam Hukum Islam”. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah. Vol.1 No.2 (Juli, 2017). Hlm.166-170.
Miming, Lestari. “Konsep Perpajakan dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Laporan tidak diterbitkan. (Makassar: UIN Alauddin Makassar).
Munawwir, A.W. 2002. Kamus; Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.
Muhammad Rijal Fadli. 2021. “Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif”. Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum. Vol.21 No.1. Hlm.35.
Putu Ayu Fitriani. Direktorat Jenderal Pajak, https://pajak.go.id/id/artikel/asas-dan-tiga-sistem-pemungutan-pajak-indonesia, “Asas dan Tiga Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia”, (Senin, 29 Mei 2023).
Qur’an Kemenag, https://quran.kemenag.go.id, “Surah Al-Baqarah ayat 188”, (Selasa, 30 Mei 2023).
Riska Mardiana. 2020. “Sistem Perpajakan Di Indonesia Dalam Perspektif Islam Hukum Islam (Analisis Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan)”. Skripsi diterbitkan. (Surakarta: Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta).